Allah swt
menciptakan makhluk dengan segala tingkat kualitasnya. Menurut Aristoteles –
seorang ahli filasfat Yunani- bahwa
makhluk ciptaan ini terdiri dari tiga tingkat kemampuan, yaitu anima
vegetativa, anima sensitiva dan anima intelektiva. Tumbuhan termasuk
anima vegetativa yaitu makhluk yang di ciptakan Allah yang hanya
memiliki kemampuan berkembang biak. Hewan termasuk dalam golongan anima
sensitiva, yaitu yang hanya mampu berkembang biak dan menerima rangsangan.
Sedang manusia digolongkan pada anima intelektiva, yaitu makhluk yang
memiliki kemampuan berfikir.
Dari kategorisasi
diatas dapat difahami bahwa manusia termasuk makhluk yang memiliki kualitas
yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan dan hewan. Kemampuan berfikir
menjadikan manusia itu lebih unggul dibandingkan dengan makhluk lainnya. Jika
manusia tidak menggunakan potensi berfikir, maka kualitasnya sama dengan hewan
yang hanya mampu berkembang biak dan menerima rangsangan. Namun tidak serta
merta manusia yang menggunakan akalnya menjadi makhluk yang mulia. Berapa manusia
banyak yang potensi akalnya untuk berfikir, namun hanya menjadi predator bagi
tumbuhan, hewan bahkan manusia lainnya. Lihat saja misalnya, exploitasi alam
ini dilakukan oleh manusia yang memiliki akal yang cerdas. Manusia yang seperti
ini, bukannya hendak memakmurkan alam dan lingkungan malah merusak dan
menghancurkannya.
Akal yang
dituntun oleh kepatuhan terhadap aturan Allah, menjadikan manusia menjadi
bermartabat dan manusiawi. Manusia yang paling mulia disisi Allah adalah
manusia yang paling takwa diantara kamu. Demikian Allah menjelaskannya di dalam
Alquran. Jika ketakwaan ini hilang dari diri manusia maka dia akan jatuh
kedalam jurang yang menghinakan (asfala safilin) .
Sebagai orang
yang bertakwa, ada hal yang harus dilakukan untuk mempertahankan posisi
kemuliaan itu. Yaitu senantiasa merespon apa yang diinginkan Allah dan
RasulNya. Karena dengan merespon semua itu manusia itu akan memperoleh
kebaikan-kebaikan dalam kehidupannya. Perkenankanlah (seruan) Allah dan rasul,
bila Ia menyeru kamu, untuk menghidupkan kamu. Demikian seruan Allah di dalam
Alquran surat al-Anfal ayat 24. Manusia takwa adalah manusia yang senantiasa
mengindahkan seruan dan peringatan Allah.
Syariat adalah
seruan-seruan Allah yang telah terformulasi yang harus direspon. Syariat
memberikan kemudahan, keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup. Baik kehidupan
jangka pendek maupun kehidupan jangka panjang. Syariat merupakan rule of law
yang sangat tepat bagi kehidupan manusia. Tidak ada aturan hidup yang paling
pas untuk menusia selain dari aturan yang dibuat oleh pencipta manusia itu
sendiri. Ibarat sebuah produk, agar produk itu menjadi produk yang berdaya guna
dan berhasil guna, maka dalam peggunaan dan pemeliharaannya harus sesuai dengan
manual book yang dikeluarkan oleh produsen produk tersebut.
Syariat itu
harus dipegang teguh dengan seteguh-teguhnya. Ambillah apa yang di berikan
(Tuhan) kepadamu dengan kekuatan dan dengarkanlah! Demikan Alquran mengingatkan
manusia. Manusia tidak boleh menganggap enteng terhadap syariat itu. Orang
kafir adalah orang yang tidak mau memperdulikan syaria’at, dan mempunyai
kecenderungan untuk selalu bersenang-senanga dalam kehidupan dunia. Dalam surah
Muhammad ayat 12 Allah menjelaskan bahwa
orang-orang kafir bersenang-senang di dunia dan makan seperti binatang-binatang
makan. Mereka berfikir, tapi Alquran belum menganggap mereka hidup seperti manusia. Pajak Sore, 26/06/2020.
Japar, S.Ag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar